164 Pelajar hamil di
luar nikah
Jumat, 28 Desember 2012
Seks bebas di kalangan remaja makin mengkhawatirkan
JAMBI-Perilaku sex bebas di kalangan pelajar sudah sangat
mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari Yayasan Sentra Informasi dan Komunikasi
Orang Kito (SIKOK), dalam dua tahun terakhir (2010-2012), sebanyak 164 remaja
(berstatus pelajar) diketahui hamil di luar nikah.
Aktivis SIKOK, Suminah mengatakan, jumlah itu berdasarkan
laporan siswi yang meminta bantuan konseling ke SIKOK. Dia memperkirakan,
jumlah pelajar yang hamil di luar nikah lebih banyak lagi. Sebab, tidak banyak
siswi yang mengaku dan minta konseling ketika mereka hamil di luar nikah.
“Memang belum terlalu banyak. Tapi trennya selalu
meningkat,” ujarnya usai seminar peringatan hari kesehatan sex Se-Dunia di
Ruang Pola kantor Gubernur Jambi, kemarin (27/9).
Menurut Suminah, pelajar hamil yang melakukan konseling ke
yayasan SIKOK cukup beragam. Ada dari SMA, tidak sedikit pula siswi SMP.
Rentang umurnya pun bervariasi, ada yang 17 tahun, bahkan ada remaja umur 14
tahun. “Banyak yang datang minta konseling itu dari kelas 2 dan beberapa kelas
3,”katanya.
Dari konseling yang mereka lakukan, mayoritas kecenderungan
para pelajar itu ingin menggugurkan kandungannya. Sebab, kebanyakan mereka yang
datang ke SIKOK memang perutnya sudah membesar. Suminah mengaku menemukan
sedikitnya 64 pelajar sudah melakukan upaya aborsi sendiri.
“Itu yang ketauan. Yang sembunyi-sembunyi dan melakukan
aborsi sendiri, bisa jadi lebih banyak lagi,”katanya. Apalagi, beberapa kasus
yang mereka temukan, ada sejumlah orang tua yang langsung mengambil alih kasus
anaknya dengan melakukan upaya abrosi sendiri di luar Jambi.
“Mereka memboyong anaknya ke Jakarta, lalu melakukan aborsi
di sana,”ujarnya.
Suminah memperkirakan jumlah siswi hamil di luar nikah di
Jambi bisa saja lebih dari 164 orang. Sebab, tidak banyak siswi yang mau
terbuka memberi informasi ketika mereka hamil. Bahkan, jumlah siswi yang
melakukan aborsi di yakininya juga lebih dari 64 orang. “Itu yang ketauan saja.
Yang tidak mau melapor dan konseling mungkin lebih banyak lagi,”tegasnya.
Melihat tren kejadian hamil di luar nikah ini, Suminah
meyakini perilaku sex bebas yang dilakukan kalangan remaja dan pelajar sangat
tinggi. SIKOK pernah melakukan survey terhadap 1.182 Siswa SMU/SMK Kota Jambi
tahun 2003. Hasilnya, sedikitnya 8 % siswi mengaku sudah melakukan hubungan
layaknya suami istri dengan pacar.
Anggap saja tren itu stagnan, maka diperkirakan pada tahun
2012 ini ada sekitar 16 ribu dari total 200 ribu lebih siswa/i, sudah melakukan
hubungan suami istri. “Kondisi ini memang sudah sangat mengkhawatirkan.
Apalagi, hubungan sex sudah dianggap hal biasa di kalangan remaja
kita,”ujarnya.
Mantan Direktur Yayasan SIKOK ini menjelaskan, model pacaran
yang memberikan ruang untuk melakukan hal di luar ketentuan adalah buah dari
kehidupan sosial yang makin buruk. Dari konseling yang mereka lakukan, latar
belakang remaja putri melakukan hubungan badan karena ingin membuktikan cinta
kepada sang pacar.
Sedangkan yang memotivasi remaja pria melakukan hubungan
badan ingin menunjukkan sikap jantan. “Dan semua itu karena pengaruh lingkungan
yang begitu bebas,”katanya.
Apa solusinya? Mempersempit kemungkinan perbuatan itu
terjadi dengan membangun lingkungan yang lebih baik. ”Mempersempit perilaku
seperti ini harus dilakukan oleh semua pihak, baik dari lingkungan keluarga,
lingkungan sekitar, hingga pemerintah. Sehingga kemungkinan
kejadian ini bisa ditekan,”katanya.
kejadian ini bisa ditekan,”katanya.
Sementara itu, Ferdia Prakasa, aktivis Komisi Penanggulangan
AIDS (KPA) Provinsi Jambi tak menampik tren perilaku sek bebas dikalangan
pelajar sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan, ada pula remaja di Jambi yang
berprofesi sebagai penjaja seks. Tingginya angka seks bebas di kalangan remaja
dapat terlihat dari meningkatnya tren usia remaja yang terjangkit virus
mematikan HIV/AIDS.
Data per Juni 2012, jumlah pengidap HIV usia remaja (15-24
tahun) mencapai angka 103 orang. Sedangkan pengidap AIDS mencapai 45 orang.
“Persentase kalangan remaja yang terjangkit berada pada
urutan kedua setelah golongan usia dewasa, di atas 25 tahun. Ini sudah sangat
mengkhawatirkan,”ujarnya.
Enny Nadia Simanjorang, dari Duta Remaja Aliansi Satu visi
mengatakan, berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar
20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Berdasarkan
hasil survei Komnas Perlindungan Anak bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan
Anak (LPA) di 12 provinsi pada 2007, diperoleh pengakuan remaja bahwa
sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral
seks.
Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan.
Sebanyak 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Dari 2 juta wanita
Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan.
Sebanyak 97% pelajar SMP dan SMA mengaku suka menonton film porno.
Celakanya, kata dia, perilaku seks bebas tersebut berlanjut
hingga menginjak ke jenjang perkawinan. “Ancaman pola hidup seks bebas remaja
secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin
serius,”kata dia.
Ia menjelaskan, tingginya angka hubungan seks pranikah di
kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini,
serta kurangnnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat
ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan remaja.
Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, dan
menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di
seluruh Asia Tenggara.
Berbagai faktor ikut mempengaruhi dianataranya kurang
perhatian orang tua, sekolah yang kurang dapat mengontrol hal ini atau memang
karena tuntutan kemajuan jaman yang memaksa remaja melakukan hal ini.
”Masalah-masalah remaja seperti ini, sering timbul karena konsep diri remaja juga yang bermasalah,”katanya.
”Masalah-masalah remaja seperti ini, sering timbul karena konsep diri remaja juga yang bermasalah,”katanya.
Berbagai masalah itu perlu segera diberikan suatu bekal
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks
secara vulgar. Menurut dia, pendidikan Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja
bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya
akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan sebagainya.
“Dengan demikian, anak-anak remaja ini bisa terhindar dari percobaan melakukan
seks bebas,”pungkasnya.
ANALISIS :
1.
Faktor pemicu
-
Kebanyakan mereka melakukan ini atas dasar suka
sama suka
-
Untuk perempuan, mereka melakukannya atas dasar untuk
membuktikan rasa cintanya kepada sang laki-laki
-
Untuk laki-laki, mereka melakukannya karena
ingin membuktikan kejantanan mereka atau ingin mencoba
-
Hal itu juga bisa terjadi karena pengaruh
lingkungan yang mendukung mereka melakukan hal itu
-
Kurang perhatian dari orang tua
2.
Dampak sosial
-
Semakin banyak siswi yang tidak lagi perawan
-
Semakin banyak remaja yang mencoba seks di luar
nikah
-
Makin tingginya angka kematian ibu
-
Timbul konsep remaja banyak yang bermasalah
3.
Cara penanganan
-
Mempersempit kemungkinan hal itu terjadi dengan memperbaiki
kondisi lingkungan
-
Memberikan pendidikan tentang kesehatan
reproduksi bukan hanya sekedar tentang organ reproduksi saja
-
Orang tua harus memberikan perhatian yang lebih
dan terus mengawasi putra-putrinya
-
Sekolah juga memberikan pengawasan yang ketat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar